Vector autoregression (VAR) is a statistical model used to capture the relationship between multiple quantities as they change over time. VAR is a type of stochastic process model. VAR models generalize the single-variable (univariate) autoregressive model by allowing for multivariate time series. Vektor autoregression adalah model statistik yang digunakan untuk menangkap hubungan antara beberapa kuantitas karena mereka berubah dari waktu ke waktu. VAR adalah jenis model proses stokastik. Model VAR menggeneralisasi model autoregresif variabel tunggal dengan memungkinkan deret waktu multivariat.A VAR model describes the evolution of a set of k variables, called endogenous variables, over time. Each period of time is numbered, t = 1, ..., T. The variables are collected in a vector, yt, which is of length k. (Equivalently, this vector might be described as a (k × 1)-matrix.) The vector is modelled as a linear function of its previous value. The vector's components are referred to as yi,t, meaning the observation at time t of the i th variable. For example, if the first variable in the model measures the price of wheat over time, then y1,1998 would indicate the price of wheat in the year 1998.
VAR models are characterized by their order, which refers to the number of earlier time periods the model will use. Continuing the above example, a 5th-order VAR would model each year's wheat price as a linear combination of the last five years of wheat prices. A lag is the value of a variable in a previous time period. So in general a pth-order VAR refers to a VAR model which includes lags for the last p time periods. A pth-order VAR is denoted "VAR(p)" and sometimes called "a VAR with p lags". A pth-order VAR model is written as
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
VAR ISSI INFLASI BI KURS JUB
1. Suhail NIM : 1306852
Bangkit Pratama NIM : 1305875
2. 1
2
3
4
5
6
TABLE OF
CONTENTS
Apa itu VAR?
Coba contohkan dong studi
kasusnya?
Apa untung dan ruginya
menggunakan VAR?
Kapan Kita Pakai VAR?
Apa saja tahapan menggunakan
metode VAR?
Gimana rumus manualnya?
Vector Auto Regression 2
3. Vector Auto Regression 3
APA ITU VAR?
Vector Autoregressive (VAR) diperkenalkan oleh
Christopher Sims pada awal tahun 1980an sebagai
kritik pada modelmodel ekonometrik simultan yang
komplek. Model VAR adalah model yang sederhana
dan tidak perlu membedakan mana variabel yang
endogen dan eksogen. Semua variabel pada
model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen
(ditentukan di dalam model). Cara estimasi
model VAR sangat mudah yaitu dengan menggunakan
OLS pada setiap persamaan secara terpisah.
4. KAPAN KITA PAKAI VAR?
1. Ketika data yang kita gunakan adalah deret
waktu atau time series.
2. Ketika kita tidak mengetahui mana variabel
yang mempengaruhi (bebas) dan
dipengaruhi (terikat).
3. Ketika data kita cukup besar (lebih dari 50
observasi).
4. Ketika asumsi-asumsinya terpenuhi.
5. kelemahan
keuntungan
Menurut Gujarati (2004) ada
beberapa keuntungan
menggunakan VAR
dibandingkan metode lainnya:
1. Lebih sederhana karena tidak
perlu memisahkan variabel bebas
dan terikat.
2. Estimasi sederhana karena
menggunakan metode OLS
(Ordinary Least Square) biasa.
3. Hasil estimasinya lebih baik
dibandingkan metode lain yang
lebih rumit.
Kelemahan menggunakan
metode VAR:
1. Penentuan banyaknya lag yang
menimbulkan masalah baru
dalam proses estimasi
2. Model VAR bersifat apriori atau
mengolah data tanpa
memanfaatkan teori yang ada
3. Semua variabel yang digunakan
dalam VAR harus stasioner, jika
belum stasioner, maka harus
ditransformasikan terlebih dahulu
agar menjadi stasioner
6. Langkah-langkah dalam analisis VAR/VECM
dapat dijelaskan secara sederhana melaui gambar berikut (Ascarya, 2009) :
Data Transformation
(Natural Log)
Data Exploration
Optimal Order
VAR Level
Stationary at
level [I(0)]
Stationary at first
difference [I(1)]
Innovation Accounting: IRF & FEVD
Cointegration Rank
S‐VAR VAR First
Difference
VECM
Unit
Root
Test
Correla‐
tion
Test
Correla‐
tion
Test
YES
No
High Low
Between
Error
L-term
L-term
L-term
S-term
No
YES
S-term
(K-1)
Order
7. PENJELASAN
Proses analisis VAR/VECM dapat dilakukan dengan
berbagai tahapan, antara lain: 1) uji unit root, untuk
mengetahui apakah data stasioner atau masih
mengandung tren. Jika data stasioner pada levelnya,
maka VAR dapat dilakukan pada level. Jika data tidak
stasioner pada levelnya, maka data harus diturunkan
pada tingkat pertama (fisrt difference) yang
mencerminkan data selisih atau perubahan. 2) uji
kointegrasi antar variabel, jika tidak ada kointegrasi antar
variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan
pertamanya dan hanya dapat mengistemasi hubungan
jangka pendek antar variabel. Jika ada kointegrasi antar
variabel, maka VECM dapat dilakukan dengan
menggunakan data level untuk mendapatkan hubungan
jangka panjang (Ascarya, 2009: 4).
8. MODEL PENELITIAN
Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks
adalah sebagai berikut, Achsani et al (2005), untuk VAR :
Xt = µt + 𝑖=1
𝐾
𝐴𝑖+ Xt-1 + εt
(5)
Dimana Xt merupakan vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1), µt
merupakan vektor dari variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan
trend,
𝐴𝑖 adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan εt adalah vektor dari
residual. Dalam sistem bivariat sederhana, yt dipengaruhi oleh nilai zt periode
sebelumnya dan periode saat ini, sementara zt dipengaruhi oleh nilai yt periode
sebelumnya dan periode saat ini. Adapun Model umum VECM sebagi berikut
𝛥Xt = µt + πXt-1 + 𝑖=1
𝐾
Г𝑖 𝛥Xt-1 + εt
(6)
Dimana π dan Г merupakan fungsi dari Ai Matriks π dapat dipecah menjadi dua
matriks λ dan β dengan dimensi (n x r). π =λβτ, dimana λ merupakan matriks
penyesuaian, β merupakan vektor kointegrasi, dan τ merupakan rank
kointegrasi.
9. MAKA MODEL VAR DAN VECM YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN INI
DALAM BENTUK MATRIKS ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
ln IPIIt α10 α11α12α13α14α15
ln IPIIt-1 ε1t
ln FINIt α20 α21α22α23α24α25
ln FINIt-1 ε2t
ln DEPIt = α30
+ α31α32α33α34α35
ln DEPIt-1 + ε3t
PUABt α40 α41α42α43α44α45
PUABt-1 ε4t
SBIt α50 α51α52α53α54α55
SBIt-1 ε5t
ln IPIIt α10 α11α12α13α14α15
ln IPItI-1 ε1t
ln iFINIt α20 α21α22α23α24α25
ln iFINIt-1 ε2t
ln iDEPIt = α30
+ α31α32α33α34α35
ln iDEPIt-1 + ε3t
PUASt α40 α41α42α43α44α45
PUASt-1 ε4t
SBISt α50 α51α52α53α54α55
SBISt-1 ε5t
Persamaan output yang akan diuji dengan VAR dalam bentuk matrik untuk
model penelitian di Indonesia sebagai berikut :
12. STUDI KASUS
Judul Penelitian : Pengaruh Inflasi, SBBI,
Kurs, dan JUB terhadap ISSI
Data Time Series Bulan Mei 2011 hingga
bulan Mei 2016 sebanyak 61 data
15. UJI NORMALITAS (LOLOS)
0
2
4
6
8
10
-0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15
Series: Residuals
Sample 2011M05 2016M03
Observations 59
Mean 3.01e-15
Median -5.92e-05
Maximum 0.165665
Minimum -0.212384
Std. Dev. 0.084913
Skewness -0.027677
Kurtosis 2.378694
Jarque-Bera 0.956501
Probability 0.619867
Ho : Error term terdistribusi normal
Ha : Error term tidak terdistribusi normal
Ketika P-value < a maka Ho ditolak
0,619867 < 0,05 maka Ho diterima = Data berdistribusi normal
16. UJI MULTIKOLINEARITAS (LOLOS)
Jika korelasi > 0,8 maka kemungkinan besar terkena
multikolinearitas
=
Tidak ada data yang nilai korelasinya lebih dari 0,8 maka dinyatakan
data terbebas dari multikolinearitas
LN_INFLASI LN_SBBI LN_KURS
LN_INFLASI 1,000000 0,564338 0,433622
LN_SBBI 0,564338 1,000000 0,780941
LN_KURS 0,433622 0,780941 1,000000
17. -.3
-.2
-.1
.0
.1
.2
4.7
4.8
4.9
5.0
5.1
5.2
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Residual Actual Fitted
UJI HETEROKEDASTISITAS (LOLOS)
Grafik Residual Tidak berpola
Ho : terdapat homokedastisitas
Ha :terdapat heterokedastisitas
Ketika P-value Obs*square < a maka
Ho ditolak
0,2027 > 0,05 maka Ho diterima
= Data terbebas dari
heterokedastisitas (terdapat
homokedastisitas)
HeteroskedasticityTest: White
F-statistic 1.553983 Prob. F(3,55) 0.2110
Obs*R-squared 4.610226 Prob. Chi-Square(3) 0.2027
Scaled explained SS 2.761732 Prob. Chi-Square(3) 0.4298
18. UJI AUTOKORELASI (GAGAL)
Breusch-GodfreySerial Correlation LMTest:
F-statistic 60.70711 Prob. F(2,53) 0.0000
Obs*R-squared 41.07142 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
Ho :Tidak ada korelasi serial
Ha : Terdapat korelasi serial
P-value obs*square < a maka Ho ditolak
0,000 < 0,05 maka Ha diterima = Data terdapat Autokorelasi (harus
disembuhkan)
19. UJI AUTOKORELASI SETELAH PENYEMBUHAN
(LOLOS)
Ho :Tidak ada korelasi serial
Ha : Terdapat korelasi serial
P-value obs*square < a maka Ho ditolak
0,8474 > 0,05 maka Ho diterima = Data tidak terdapat Autokorelasi
Breusch-GodfreySerial Correlation LMTest:
F-statistic 0.149264 Prob. F(2,52) 0.8617
Obs*R-squared 0.331072 Prob. Chi-Square(2) 0.8474
20. UJI STASIONERITAS
Untuk apa Uji Ini?
Dimana jika Uji stasioner seluruh variabel/satu variabel saja stasioner
pada tingkat level dan sisanya pada tingkat 1st different, maka bisa
langsung melakukan Uji Lag kemudian Estimasi VAR
Jika seluruh variabel stasioner pada tingkat different yang sama,
maka diperlukan uji kointegrasi agar memastikan apakah model bisa
di estimasi menggunakan VAR. Jika terdapat kointegrasi maka
diperlukan pengujian VECM, jika tidak maka bisa dilanjutkan Uji Lag
untuk kemudian di estimasi dengan metode VAR
21. Uji Stasioneritas
Data Ln
P-value < a = data stasioner
T-statistic < t-critical = data
stasioner karena tidak
mengandung unit root
P-value > a = data tidak
stasioner
T-statistic > t-critical = data
tidak stasioner pada derajat
level
harus dilakukan differencing data
untuk memperoleh data yang
stasioner pada derajat yang sama di
first different, yaitu dengan
mengurangi data tersebut dengan data
periode sebelumnya
Tahap selanjutnya
Skema Metode VAR
Tahap selanjutnya
24. UJI STASIONERITAS [AKAR UNIT-ADF-LEVEL]
(GAGAL)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.915256 0.6339
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
ISS
I
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.546504 0.3056
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
Inflasi
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.881148 0.6512
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
SBB
I
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.225692 0.4667
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
Kurs
T-statistic < t-critical = data stasioner
P-value < a = data stasioner
Pada ke-4 variabel, seluruhnya menunjukkan bahwa data tidak
stasioner (ganti pada 1st different)
25. t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.577903 0.0000
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.729607 0.0282
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.550527 0.0001
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.069678 0.0000
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
UJI STASIONERITAS [1ST DIFFERENT] (LOLOS)
IS
SI
Infl
asi
S
B
BI
K
ur
s
T-statistic < t-critical = data stasioner
P-value < a = data stasioner
Pada ke-4 variabel, seluruhnya menunjukkan bahwa data stasioner
pada tingkat signifikansi 5%
26. Uji lag adalah...
Penentuan jumlah lag (ordo) yang akan digunakan dalam
model var dapat ditentukan berdasarkan kriteria akaike
information criterion (aic) dan schwarz information criterion
(sc). Lag yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah model
dengan nilai SC yang paling kecil. Dalam tahapan ini pula
dilakukan uji stabilitas model VAR. Penentuan lag optimum
dan uji stabilitas VAR dilakukan terlebih dahulu sebelum
melalui tahap uji kointegrasi. (Gujarati, 2003)
27. Uji Lag
Data Setelah Uji Stasionaritas
ditentukan berdasarkan
kriteria Akaike Information
Criterion (AIC) dan Schwarz
Information Criterion (SC).
Lag yang akan dipilih dalam
penelitian ini adalah model
dengan nilai AIC dan SC yang
paling kecil atau dengan
mencari tabel lag denga
angka bertanda bintang yang
paling banyak
Tahap selanjutnya
Skema Metode VAR
30. UJI LAG (2)
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 165.7746 NA 2.94e-08 -5.991654 -5.844322 -5.934833
1 424.2777 469.1352 3.70e-12 -14.97325 -14.23659* -14.68915*
2 440.9359 27.76367* 3.65e-12* -14.99763* -13.67164 -14.48625
3 454.0239 19.87438 4.17e-12 -14.88978 -12.97446 -14.15111
4 462.7315 11.93257 5.75e-12 -14.61969 -12.11504 -13.65374
5 472.1823 11.55095 7.97e-12 -14.37712 -11.28315 -13.18390
Bintang (*) menunjukan AIC yang lebih kecil/lag optimum yang
disarankan
Karena bintang terbanyak terdapat pada Lag=2 maka lag optimumnya
adalah 2
31. Uji kointegrasi adalah...
Jika fenomena stasioneritas berada pada tingkat
first difference atau i(1), maka perlu dilakukan
pengujian untuk melihat kemungkinan terjadinya
kointegrasi. Konsep kointegrasi pada dasarnya
untuk melihat keseimbangan jangka panjang di
antara variabel-variabel yang diobservasi. Terkadang
suatu data yang secara individu tidak stasioner,
namun ketika dihubungkan secara linier data
tersebut menjadi stasioner. Hal ini yang kemudian
disebut bahwa data tersebut terkointegrasi.
32. Uji Kointegrasi
Jika fenomena stasioneritas berada pada tingkat first
difference atau I(1),
Trace-stat < crit value = tidak
ada kointegrasi
Eigen-stat < crit value = tidak
terdapat kointegrasi
Tahap selanjutnya
Skema Metode VAR
Tahap selanjutnya
Trace-stat > crit value = ada
kointegrasi
Eigen-stat > crit value =
terdapat kointegrasi
34. Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None 0.301982 44.50893 47.85613 0.0997
At most 1 0.256805 24.37632 29.79707 0.1850
At most 2 0.094207 7.755696 15.49471 0.4919
At most 3 0.038778 2.214796 3.841466 0.1367
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None 0.301982 20.13261 27.58434 0.3321
At most 1 0.256805 16.62063 21.13162 0.1907
At most 2 0.094207 5.540901 14.26460 0.6725
At most 3 0.038778 2.214796 3.841466 0.1367
UJI KOINTEGRASI [1ST DIFFERENT] (LOLOS)
Trace-stat < crit value = tidak
ada kointegrasi
Eigen-stat < crit value = tidak
terdapat kointegrasi
Trace statistics
44,508 < 47,856 maka tidak
ada kointegrasi
Max-eigen
20,132 < 27,584 maka tidak
ada kointegrasi
35. TAHAPAN UJI KAUSALITAS ENGEL-GRANGER
Quick
Group Statistics
Granger Causality Test
Isikan Seluruh Variabel
36. Pairwise Granger Causality Tests
Date: 11/16/16 Time: 05:41
Sample: 2011M05 2016M03
Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
LN_INFLASI does not Granger Cause LN_ISSI 57 0.35953 0.6997
LN_ISSI does not Granger Cause LN_INFLASI 3.94883 0.0253
LN_SBBI does not Granger Cause LN_ISSI 57 0.47552 0.6242
LN_ISSI does not Granger Cause LN_SBBI 6.61326 0.0028
LN_KURS does not Granger Cause LN_ISSI 57 0.39658 0.6746
LN_ISSI does not Granger Cause LN_KURS 4.67754 0.0136
LN_SBBI does not Granger Cause LN_INFLASI 57 2.15362 0.1263
LN_INFLASI does not Granger Cause LN_SBBI 2.60903 0.0832
LN_KURS does not Granger Cause LN_INFLASI 57 0.13895 0.8706
LN_INFLASI does not Granger Cause LN_KURS 1.90364 0.1593
LN_KURS does not Granger Cause LN_SBBI 57 0.55647 0.5766
LN_SBBI does not Granger Cause LN_KURS 5.05552 0.0099
• ISSI → Inflasi = Tidak Berpengaruh
• Inflasi → ISSI = Berpengaruh
• ISSI → SBBI = Tidak Berpengaruh
• SBBI → ISSI = Berpengaruh
• ISSI → Kurs = Tidak Berpengaruh
• Kurs → ISSI = Berpengaruh
• Inflasi → SBBI = Tidak Berpengaruh
• SBBI → Inflasi = Tidak Berpengaruh
• Inflasi → Kurs = Tidak Berpengaruh
• Kurs → Inflasi = Tidak Berpengaruh
• SBBI → Kurs = Tidak Berpengaruh
• Kurs → SBBI = Berpengaruh
43. INTERPRETASI HASIL VAR LANGSUNG (1/2)
Vector Autoregression Estimates
Date: 11/16/16 Time: 05:19
Sample (adjusted): 2011M07 2016M03
Included observations: 57 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
LN_ISSI LN_INFLASI LN_SBBI LN_KURS
LN_ISSI(-1) 0.978539 0.212293 -0.102958 -0.078612
(0.17836) (0.48993) (0.07790) (0.09805)
[ 5.48619] [ 0.43331] [-1.32172] [-0.80174]
LN_ISSI(-2) -0.090510 0.281046 0.193079 0.156170
(0.18976) (0.52123) (0.08287) (0.10432)
[-0.47697] [ 0.53920] [ 2.32981] [ 1.49709]
LN_INFLASI(-1) -0.030548 1.017010 0.020715 0.002401
(0.05070) (0.13926) (0.02214) (0.02787)
[-0.60256] [ 7.30314] [ 0.93558] [ 0.08615]
LN_INFLASI(-2) 0.029730 -0.285686 0.000989 -0.003463
(0.04928) (0.13536) (0.02152) (0.02709)
[ 0.60330] [-2.11055] [ 0.04598] [-0.12783]
LN_SBBI(-1) -0.231592 1.403444 1.267301 0.336955
(0.30748) (0.84457) (0.13428) (0.16903)
[-0.75320] [ 1.66172] [ 9.43751] [ 1.99350]
LN_SBBI(-2) 0.174306 -1.334338 -0.346774 -0.280599
(0.29229) (0.80286) (0.12765) (0.16068)
[ 0.59635] [-1.66198] [-2.71657] [-1.74633]
LN_KURS(-1) 0.195032 -0.270177 -0.161202 0.672428
(0.30468) (0.83690) (0.13306) (0.16749)
[ 0.64012] [-0.32283] [-1.21146] [ 4.01469]
LN_KURS(-2) -0.135292 0.175994 0.144465 0.239351
(0.29277) (0.80418) (0.12786) (0.16094)
[-0.46211] [ 0.21885] [ 1.12986] [ 1.48718]
C 0.117016 -1.260483 -0.178591 0.337277
(0.45299) (1.24428) (0.19783) (0.24902)
[ 0.25832] [-1.01302] [-0.90273] [ 1.35441]
• Koefisien LN_ISSI(-1) Pada Model LN_ISSI = 0,978539
ISSI ↑ 1 unit pada 1 bulan sebelumnya → ISSI sekarang ↑ 0,978539
• Koefisien LN_ISSI(-1) Pada Model LN_Inflasi = 0,212293
ISSI ↑ 1 unit pada 1 bulan sebelumnya → Inflasi sekarang ↑ 0,212293
• Koefisien LN_ISSI(-1) Pada Model LN_SBBI = -0,102958
ISSI ↑ 1 unit pada 1 bulan sebelumnya → SBBI sekarang ↓ 0,102958
• Koefisien LN_ISSI(-1) Pada Model LN_Kurs = -0,078612
ISSI ↑ 1 unit pada 1 bulan sebelumnya → ISSI sekarang ↓ 0,078612
_________________________________________________________________________________
• Koefisien LN_Inflasi(-1) Pada Model LN_ISSI = -0,030548
Inflasi ↑ 1% pada 1 bulan sebelumnya → ISSI sekarang ↓ 0,030548
• Koefisien LN_Inflasi(-2) Pada Model LN_SBBI = 0,000989
Inflasi ↑ 1% pada 2 bulan sebelumnya → SBBI sekarang ↑ 0,000989
_________________________________________________________________________________
• Koefisien LN_SBBI(-1) Pada Model LN_Kurs = 0,336955
SBBI ↑ 1% pada 1 bulan sebelumnya → Kurs sekarang ↑ 0,336955
44. INTERPRETASI HASIL VAR LANGSUNG (2/2)
LN_ISSI(-2) -0.090510 0.281046 0.193079 0.156170
(0.18976) (0.52123) (0.08287) (0.10432)
[-0.47697] [ 0.53920] [ 2.32981] [ 1.49709]
LN_INFLASI(-1) -0.030548 1.017010 0.020715 0.002401
(0.05070) (0.13926) (0.02214) (0.02787)
[-0.60256] [ 7.30314] [ 0.93558] [ 0.08615]
LN_INFLASI(-2) 0.029730 -0.285686 0.000989 -0.003463
(0.04928) (0.13536) (0.02152) (0.02709)
[ 0.60330] [-2.11055] [ 0.04598] [-0.12783]
LN_SBBI(-1) -0.231592 1.403444 1.267301 0.336955
(0.30748) (0.84457) (0.13428) (0.16903)
[-0.75320] [ 1.66172] [ 9.43751] [ 1.99350]
LN_SBBI(-2) 0.174306 -1.334338 -0.346774 -0.280599
(0.29229) (0.80286) (0.12765) (0.16068)
[ 0.59635] [-1.66198] [-2.71657] [-1.74633]
LN_KURS(-1) 0.195032 -0.270177 -0.161202 0.672428
(0.30468) (0.83690) (0.13306) (0.16749)
[ 0.64012] [-0.32283] [-1.21146] [ 4.01469]
LN_KURS(-2) -0.135292 0.175994 0.144465 0.239351
(0.29277) (0.80418) (0.12786) (0.16094)
[-0.46211] [ 0.21885] [ 1.12986] [ 1.48718]
C 0.117016 -1.260483 -0.178591 0.337277
(0.45299) (1.24428) (0.19783) (0.24902)
[ 0.25832] [-1.01302] [-0.90273] [ 1.35441]
R-squared 0.856208 0.850599 0.979316 0.981964
Adj. R-squared 0.832242 0.825699 0.975869 0.978958
Sum sq. resids 0.084248 0.635644 0.016069 0.025460
S.E. equation 0.041895 0.115076 0.018297 0.023031
F-statistic 35.72679 34.16048 284.0859 326.6687
Log likelihood 104.8563 47.26131 152.0775 138.9614
Akaike AIC -3.363378 -1.342502 -5.020262 -4.560049
Schwarz SC -3.040791 -1.019915 -4.697675 -4.237462
Mean dependent 5.000175 1.711754 1.908070 9.310000
S.D. dependent 0.102286 0.275636 0.117784 0.158768
Determinant resid covariance (dof adj.) 2.43E-12
Determinant resid covariance 1.22E-12
Log likelihood 458.2287
Akaike information criterion -14.81504
Schwarz criterion -13.52470
_________________________________________________________________________________
• Koefisien C (Intersept) Pada Model LN_ISSI = 0,117016
Semua Variabel 0 ada 1 bulan sebelumnya →
ISSI sekarang ↑ 0,117016
• Catatan:
Intersept pada VAR tidak bisa selamanya di interpretasikan.
_________________________________________________________________________________
• R2 Pada Model LN_ISSI = 0,856208
85,62% variabel ISSI dapat dijelaskan oleh variabel ISSI, Inflasi, SBBI
dan Kurs pada satu dan dua bulan sebelumnya,
Sedangkan 14,38% dijelaskan oleh variabel lain di luar model
• R2 Pada Model LN_Kurs = 0,981964
98,19% variabel Kurs dapat dijelaskan oleh variabel ISSI, Inflasi,
SBBI dan Kurs pada satu dan dua bulan sebelumnya,
Sedangkan 1,81% dijelaskan oleh variabel lain di luar model
45. Impuls Respon Function (IRF)
Impuls Respon Function (IRF) merupakan salah satu metode pada satu
metode VAR yang digunakan untuk melihat tingkat laju dari respon variabel
endogen terhadap adanya pengaruh inovasi (shock) variable endogen lainnya
pada suatu rentang periode tertentu. Analisis Impulse Response Function (IRF)
dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel IPI terhadap
adanya guncangan (shock) instrumen moneter syariah maupun konvensional.
Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih
spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh guncangan atau
guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh
guncangan, maka guncangan spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan
guncangan secara umum (Gujarati, 2003)
46. ANALISIS IMPULSE RESPONSE FUNCTION
Analisis respon terhadap gejolak/shock
Seberapa lama goncangan dari satu variabel
berpengaruh / memberikan respon atas
perubahan terhadap variabel lain
50. CONTOH ANALISIS IRF (1)
• Pada bulan-bulan pertama
inflasi, respon ISSI
bergoncang (negatif)
terhadap inflasi namun
tidak terlalu berfluktuasi,
dan goncangan tersebut
mulai menurun pada bulan
ke-5 hingga akhirnya ISSI
mencapai ekuilibrium
kembali pada bulan ke-11
• Jadi butuh waktu kurang
lebih 1 tahun agar ISSI
pulih dari goncangan Inflasi
5 20 25 30 35 40 45 50
nse of LN_ISSI to LN_ISSI
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of LN_ISSI to LN_INFLASI
se of LN_INFLASI to LN_ISSI
.04
.08
.12
.16
Response of LN_INFLASI to LN_INFLASI
Response to Cholesky One
51. CONTOH ANALISIS IRF (2)
• Pada masa-masa awal
terjadi perubahan suku
bunga bank Indonesia,
respon ISSI bergejoka
(negatif) terhadap SBBI
namun tidak terlalu
berfluktuasi, dan goncangan
tersebut mencapai
puncaknya pada bulan ke-5
yang kemudian terus
menurun hingga akhirnya
ISSI mencapai ekuilibrium
kembali pada sekitar bulan
ke-15
• Jadi butuh waktu kurang
lebih 1,25 tahun agar ISSI
pulih dari goncangan SBBI
15 20 25 30 35 40 45 50
onse of LN_ISSI to LN_INFLASI
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of LN_ISSI to LN_SBBI
se of LN_INFLASI to LN_INFLASI
.04
.08
.12
.16
Response of LN_INFLASI to LN_SBBI
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
52. CONTOH ANALISIS IRF (3)
• Pada saat-saat pertama terjadi
gejolak fluktuasi Kurs Rupiah-US
Dollar, respon ISSI bergerak
(positif) terhadap Kurs dan tidak
terlalu berfluktuasi serta tidak
terlalu signifikan. Namun
goncangan tersebut mulai
menurun secara sangat
perlahan-lahan dimulai pada
bulan ke-5 hingga akhirnya ISSI
mencapai ekuilibrium kembali
pada kisaran bulan ke-51 atau
52
• Jadi butuh waktu kurang lebih
4,25 tahun agar ISSI pulih dari
goncangan Perubahan Kurs
5 20 25 30 35 40 45 50
nse of LN_ISSI to LN_SBBI
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of LN_ISSI to LN_KURS
e of LN_INFLASI to LN_SBBI
.04
.08
.12
.16
Response of LN_INFLASI to LN_KURS
ions ± 2 S.E.
53. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Variance Decompotition atau disebut juga forecast error variance
decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan
memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi
komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi
bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi (Enders,
2004:280). Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan
dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Analisis ini digunakan untuk menghitung seberapa
besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel
endogen. Peramalan dekomposisi varian dalam penelitian ini digunakan untuk
melihat seberapa besar inovasi dari variabel IPI dalam menjelaskan instrumen
moneter syariah dan konvensional sebagai variabel endogen.
54. ANALISIS VARIANCE DECOMPOSITION
Variance Decomposition (analisis kontribusi)
Analisis seberapa besar goncangan dari
sebuah variabel mempengaruhi variabel lain
58. ANALISIS VARIANCE DECOMPOSITION (3/4)
Variance Decomposition of LN_SBBI:
Perio... S.E. LN_ISSI LN_INFLASI LN_SBBI LN_KURS
1 0.018297 5.168162 2.026922 92.80492 0.000000
2 0.030813 8.169539 3.828309 87.06155 0.940600
3 0.039636 6.141566 7.270759 85.19678 1.390894
4 0.046293 4.565276 10.83594 83.00632 1.592459
5 0.051762 5.466889 13.59288 79.31549 1.624738
6 0.056668 9.288022 15.17717 73.99709 1.537710
7 0.061363 15.39992 15.64892 67.56810 1.383061
8 0.065975 22.65763 15.30739 60.82328 1.211698
9 0.070476 29.97092 14.50532 54.46189 1.061881
10 0.074764 36.61674 13.52778 48.90112 0.954363
11 0.078730 42.26255 12.55569 44.28631 0.895447
12 0.082292 46.84946 11.68148 40.58631 0.882743
13 0.085407 50.46474 10.93954 37.68581 0.909914
14 0.088066 53.25323 10.33216 35.44510 0.969510
15 0.090293 55.36866 9.846565 33.73046 1.054317
16 0.092126 56.95141 9.464489 32.42623 1.157873
17 0.093614 58.12082 9.167098 31.43748 1.274599
18 0.094811 58.97442 8.937201 30.68861 1.399767
19 0.095766 59.58991 8.760076 30.12057 1.529447
20 0.096525 60.02811 8.623604 29.68786 1.660429
21 0.097127 60.33590 8.518081 29.35585 1.790165
22 0.097608 60.54893 8.435908 29.09846 1.916697
23 0.097992 60.69393 8.371242 28.89623 2.038593
24 0.098303 60.79069 8.319658 28.73477 2.154875
25 0.098557 60.85368 8.277848 28.60353 2.264941
26 0.098768 60.89334 8.243365 28.49480 2.368493
27 0.098945 60.91714 8.214411 28.40298 2.465472
28 0.099096 60.93035 8.189668 28.32399 2.555989
• Pada awalnya SBBI dipengaruhi
oleh SBBI itu sendiri sebesar
92,8% dan sisanya oleh ISSI
5,2% dan Inflasi 2%
• Pada Bulan ke-3 Pengaruh Inflasi
mengalahkan pengaruh ISSI
terhadap SBBI yaitu 7,3% : 6,1%
• Pada bulan ke-5 Pengaruh kurs
sebesar 1,6% terhadap SBBI dan
mengalami anti-klimaks
• Pada bulan ke-12 Pengaruh ISSI
melebihi pengaruh SBBI terhadap
variabel SBBI itu sendiri yaitu
46,8% : 40,6%
• Pada Bulan ke-25 Pengaruh ISSI
semakin besar terhadap SBBI
yaitu sebesar 60,9% dan
pengaruh kurs juga meningkat
menjadi 2,3%
59. ANALISIS VARIANCE DECOMPOSITION (4/4)
21 0.097127 60.33590 8.518081 29.35585 1.790165
22 0.097608 60.54893 8.435908 29.09846 1.916697
23 0.097992 60.69393 8.371242 28.89623 2.038593
24 0.098303 60.79069 8.319658 28.73477 2.154875
25 0.098557 60.85368 8.277848 28.60353 2.264941
26 0.098768 60.89334 8.243365 28.49480 2.368493
27 0.098945 60.91714 8.214411 28.40298 2.465472
28 0.099096 60.93035 8.189668 28.32399 2.555989
29 0.099228 60.93668 8.168172 28.25487 2.640281
30 0.099344 60.93868 8.149212 28.19344 2.718662
31 0.099448 60.93814 8.132261 28.13810 2.791491
32 0.099542 60.93627 8.116926 28.08766 2.859149
33 0.099628 60.93385 8.102910 28.04122 2.922017
34 0.099707 60.93144 8.089987 27.99811 2.980467
35 0.099781 60.92935 8.077984 27.95782 3.034853
36 0.099851 60.92777 8.066767 27.91996 3.085504
37 0.099916 60.92679 8.056234 27.88425 3.132725
38 0.099978 60.92644 8.046306 27.85046 3.176797
39 0.100037 60.92669 8.036921 27.81842 3.217973
40 0.100093 60.92749 8.028031 27.78800 3.256484
41 0.100146 60.92877 8.019599 27.75909 3.292538
42 0.100197 60.93045 8.011596 27.73163 3.326324
43 0.100245 60.93246 8.003997 27.70553 3.358011
44 0.100290 60.93471 7.996784 27.68075 3.387752
45 0.100334 60.93714 7.989938 27.65724 3.415687
46 0.100375 60.93968 7.983445 27.63493 3.441940
47 0.100414 60.94228 7.977290 27.61380 3.466626
48 0.100451 60.94490 7.971461 27.59379 3.489848
49 0.100486 60.94749 7.965943 27.57486 3.511702
50 0.100520 60.95003 7.960724 27.55697 3.532274
• Pengaruh dari bulan
sebelumnya masih berlanjut
namun pada bulan ke-31
pengaruh ISSI terhadap
SBBI mulai berfluktuasi
namun pengaruh Kurs terus
meningkat tanpa pernah
mengalami penurunan
• Hingga akhirnya pada bulan
ke-50 pengaruh ISSI masih
terus berfluktuasi dan
berakhir pada tingkat 60,9%
sedangkan pengaruh SBBI
27,6% dan pengaruh Kurs
yang meski lambat-laun
namun selalu mengalami
peningkatan pada tingkat
3,5%
60. VECM (VECTOR ERROR CORRECTION MODEL)
Ketika Data Penelitian tidak stasioner pada tingkat
differensiasi yang sama (kecuali ada data yang stasioner
pada tingkat level, maka dilakukan analisis S-VAR), maka
analisis VAR tidak dapat dilanjutkan.
Oleh karena itu, solusinya adalah menggunakan Analisis
Vector Error Correction Model (VECM) yang merupakan
turunan dari VAR
VECM sendiri memiliki syarat yang sama seperti VAR
kecuali masalah stasioneritas data, dimana data harus
pada tingkat differensiasi yang sama(1st difference) dan
harus terdapat kointegrasi
Proses Analisis VECM sama seperti VAR yaitu
menggunakan IRF & VD
63. Blanchard (dalam Gujarati 2003, hal 263):
Multicollinearity is God's will, not a problem
with OLS (Ordinary Least Square) or
statistical technique in general.
64. Erwin Andreas Tumengkol, 2013
Kamu atau dosen kamu, bisa saja memilih jalan praktis, untuk mencari
buku econometrics yang mudah, yang hanya menawarkan kode,
syntax, prosedur klik, sehingga kamu bisa mendapatkan hasil yang
kamu mau. Ya, itu sah-sah saja. Tapi kamu dan dosen kamu tidak akan
bisa bersaing dengan econometrician dunia. Kamu dan dosen kamu
juga tidak akan mampu mengaplikasikan perkembangan terbaru di
dunia econometrics. Kamu dan dosen kamu cuma mengerti Eviews,
SPSS, SAS, R, Stata, etc, bukan mengerti econometrics. Saran saya
daripada kamu membaca buku-buku econometrics, baca saja manual
guide dari software yang kamu pakai.
But please, jangan mengaku anda adalah seorang yang mengerti
econometrics.